Tenario's Gospel

Senin, 19 Mei 2008

Blue's Clue



















Selesai ngebahas MU, kayaknya ngak afdol kalo saya ngak ngebahas sedikit juga tentang The Blues Chelsea. Sebenarnya menjelang Final Liga Champions di Moscow Kamis ini perasaan saya sedang terbagi. Kayak buah simalakama, saya bingung mesti mendukung yang mana karena kedua-duanya adalah tim kesayangan saya. So Kamis ini saya akan menjadi pihak netral saja dan menikmati sepakbola murni dari permainannya tok, tanpa ada embel-embel megang siapa…=)

Dari segi prestasi Chelsea sebenarnya tidak bisa dibilang gagal musim ini. Walaupun diwarnai dengan kejutan mundurnya Jose Mourinho di awal musim, Avram Grant yang masuk dan berperan sebagai caretaker cukup mampu membuat The Blues konsisten dan tidak malu-maluin dari segi pencapaian musim ini. Mulai dari berhasil masuk ke final Piala Carling, berhasil mengintai MU hingga pekan terakhir untuk bersaing merebut posisi juara liga, dan untuk pertama kalinya dalam sejarah klub menembus babak final liga Champions.

Terlepas dari raportnya yang cukup lumayan, saya tetap pada pendirian awal bahwa Avram Grant harus diganti apapun hasil dari pertandingan Kamis nanti. Rumor ramai mengatakan bahwa Frank Rijkaard dan Gus Hiddink adalah kandidat terkuat sebagai penggantinya, namun kabar terakhir juga menyebutkan Michael Laudrup masuk ke bursa pelatih Chelsea musim depan.

Siapapun dari ketiga sosok ini yang terpilih it’s okay with me, Rijkaard sendiri sudah membuktikan dirinya sebagai pelatih yang memiliki skema permainan yang selain enak dilihat juga berhasil menyumbangkan 1 trophy liga Champions, terlepas dari buruknya penampilan Barca di musim ini. Gus Hiddink sendiri adalah pelatih yang jenius, terbukti dalam 2 piala dunia terakhir tangan dinginnya berhasil menyulap Korea Selatan dan Australia menjadi tim yang mampu tampil memukau dan menyulitkan negara-negara dengan sejarah sepakbola yang lebih mapan. Nama terakhir yang masuk bursa Michael Laudrup pun tidak bisa dipandang sebelah mata, walaupun karir kepelatihannya masih termasuk baru namun kepiawaiannya dalam menukangi Getafe layak diacungi jempol, terbukti dengan kesuksesan klub tersebut menjadi kuda hitam di kompetisi UEFA dan liga Spanyol tahun ini.

Dari segi pemain pun yang menurut saya pribadi harus dipertahankan hanya Cech, Terry, dan Joe Cole, diluar dari ketiga nama tersebut silakan dilepas. Drogba yang semakin tidak kerasan, Shevchenko yang kurang mampu beradaptasi dengan kultur sepakbola Inggris, Pizzaro, Wright Phillips, Malouda silakan angkat koper. Lini tengah pun harus memilih salah satu diantara Lampard atau Ballack, atau sekalian extreme melego kedua-duanya dan menggantinya dengan playmaker baru hehehehe.

Pemain-pemain yang dirumorkan akan masuk juga bermacam-macam, dari David Villa, Quaresma, Kaka, Messi, Dos Santos, hingga Ibrahimovic. Bagi saya target yang cukup realistis mungkin adalah Villa, Quaresma dan Dos Santos, namun dengan kegagalan AC Milan menembus 4 besar liga Italia yang membuatnya hanya berlaga di piala UEFA musim depan plus kekuatan uang Abramovic yang no limit menjadikan target untuk mendatangkan Kaka juga cukup realistis. Sejauh ini satu-satunya pemain yang sudah berhasil diikat adalah Jose Bosingwa bek kanan Porto yang sepertinya diproyeksikan untuk menggantikan Ferreira atau Beletti.

Buat saya sih, siapapun yang datang tidak masalah, yang penting dan krusial bagi masa depan The Blues sekarang ini adalah sosok pelatih yang mumpuni, secara taktik hebat dan berkharisma di depan pemainnya serta mampu menghadapi pers. Gue sih maunya Michael Laudrup yang terpilih hahahahahaha, tapi que sera sera lah. Viva True Blue!!!

Label:

Minggu, 18 Mei 2008

WR10 VS CR7



















Musim sepakbola di Eropa satu persatu mulai berakhir, dan yang teranyar kemarin Liga Italia juga menutup season 07/08 dengan mencatatkan Inter Milan sebagai juaranya. Satu hal yang menarik dari persaingan liga-liga besar Eropa tahun ini adalah rivalitas yang terus panas hingga pertandingan terakhir, seperti yang terjadi di Liga Inggris, Italia, dan Perancis.

Di Inggris sendiri Chelsea akhirnya harus mengakui keunggulan Manchester United. Pada pekan terakhir terbukti setan merah mampu menunjukkan mental juaranya, bertandang ke JJB Stadium markas dari Wigan CR7 dan kawan-kawan berhasil mengemas 3 angka. Sementara itu Chelsea yang mendapat kesempatan berlaga di Stamford Bridge malah harus gigit jari saat gawang Cech dijebol di menit-menit akhir pertandingan, yang berimbas kepada hasil seri yang otomatis mengukuhkan Manchester United sebagai yang terbaik di Inggris tahun ini.

Menyikapi munculnya Manchester United sebagai juara, orang-orang ramai membicarakan kepiawaian CR7 dan rekor gol fantastisnya sebagai alasan utama kedigdayaan setan merah musim ini. Namun saya tidak terlalu setuju dengan pandangan tersebut.

Memang tidak bisa disangkal bahwa penampilan Ronaldo tahun ini sangat luar biasa, tapi bagi saya pribadi kualitas mentalnya belum bisa dijadikan sebagai sandaran saat setan merah berlaga di laga-laga penting. Terbukti di beberapa pertandingan yang menentukan di musim ini CR7 tidak bisa mengeluarkan kemampuan terbaiknya, berbanding terbalik saat dia tampil dengan begitu trengginas saat melibas tim-tim kecil dan medioker.

Dalam pandangan saya malah Van De Sar, Carrick, dan Rooney adalah figur terpenting di kubu Manchester United saat ini. Rooney bagi saya adalah pemain yang lebih baik dan lebih komplit, intelegensia pemain yang kerap dijuluki Shrek ini terlihat begitu menonjol, pilihan skill tendangannya pun beragam, kaki kanan terarah, kaki kiri yang keras, kadang-kadang dengan dribble, keseimbangan tubuhnya pun istimewa, tidak mudah terjatuh saat terjadi benturan, teknik lob nya pun seringkali membuat kiper mati langkah, permainan passingnya juga kerap mengejutkan, plus karakter pantang menyerah khas Inggris. Namun sepertinya hal tersebut kalah mengkilap dengan tusukan-tusukan berkecepatan tinggi dan tendangan bebas Ronaldo.

Menanggapi rumor Real Madrid yang menginginkan kapten Portugal tersebut untuk bergabung bersama Los Galaticcos dengan harga sensasional 1,4 triliun juga tidak terlalu membuat saya khawatir. Sebagai seorang pecinta MU, saya akan jauh lebih takut kalau ada rumor yang mengatakan bahwa Rooney atau Carrick akan pindah, karena saya berkeyakinan penuh bahwa dominasi MU di tahun-tahun ke depan seharusnya dibangun dengan berpusat pada Rooney dan Carrick. Memang dengan adanya kecepatan dan kreativitas Ronaldo pastinya akan menjadi suplemen super yang membuat penampilan setan merah semakin mengkilap, tapi jika seandainya ia hengkang pun saya tidak melihat ada hal yang perlu dikhawatirkan.

Yah tapi ini cuma pendapat saya doang sih, apapun keputusannya dan ke arah mana MU melangkah di musim depan, pastinya eyang Alex Ferguson sudah mempertimbangkannya masak-masak, so maju terus Setan Merah!

Label:

Rabu, 14 Mei 2008

Go Speed Racer Goooooooo



















Summer is here! Di Amrik sono maksudnya hehehehe. Dengan mulainya summer berarti pintu air film-film gacoan yang dipersiapkan oleh studio-studio besar di Amrik siap membanjiri bioskop-bioskop di seluruh dunia. Di awal Mei ini saja kita udah disuguhi dengan Ironman dan Speed Racer, plus film romantic comedy What Happen In Vegas, dan film-film potensi mega blockbuster lainnya akan segera datang untuk memanjakan para pecinta film dan menggemukkan kantong para pembuatnya hehehehe.

Ok, pertama gue pergi nonton Ironman bersama temen-temen kantor gue di Blitz. Yah secara overall sih film ini sama sekali enggak mengecewakan, it’s a decent movie menurut saya. Satu hal yang menonjol adalah ensembel aktor dan aktris yang membintangi film ini tergolong caliber Oscar untuk sebuah film superhero, mulai dari Robert Downey Jr, Gwyneth Paltrow, Jeff Bridges sampe ke Terrence Howard. Robert Downey Jr is incredible di dalam film ini, dia menyuntikkan sebuah karakter jagoan yang anomali kepada tokoh Tony Starks. Ceritanya termasuk standar-lah, soundtracknya gue enggak terlalu suka sih, but if they want to make Ironman 2, gue enggak akan ragu buat ada di depan loket saat filmnya beredar nanti hehehehe, 3.5 stars for this movie.

Terus yang kedua yang gue tonton itu adalah What Happen In Vegas, sebuah romantic comedy yang diperankan oleh Ashton Kutcher dan Cameron Diaz. Dan film ini tipikal mereka berdua banget deh secara karakter tokohnya, it looks like they are act in auto pilot mode throughout this film. Ceritanya yah kurang lebih mirip-mirip sama Just Married yang diperankan sama Ashton dan Brittany Murphy, tapi lumayan menghibur kok, 2.5 stars for this movie.

Dan terakhir kemarin gue nonton Speed Racer! And gue menyarankan everybody yang mampu secara financial dan waktu untuk pergi menontonnya hehehehe. Diangkat dari serial anime yang sempet ngetop di eranya, Wachowski Brother was able to stick to the core. It’s cheesy and predictable just like what an anime from that era supposed to be. But what a remarkable execution they make, the visual is stunning and impressive with over the top car sequences, truly a work of art and it’s much much better than the last two Matrix series. 4.5 stars for this movie.

Label:

Senin, 05 Mei 2008

Fujimoto San Jyounetsu



















So hari Minggu kemaren gue iseng-iseng pencet remote buat nyari channel yang biasanya cuma kepanteng kalo ngak di HBO, Star Movie, ESPN, ya di Star World doang hehehe. Eh ada yang menarik ternyata di Discovery Channel.

Jadi dalam rangka menyambut Olimpiade Beijing, si Discovery menayangkan pembahasan mengenai sejarah dan mitos-mitos dari jaman Yunani kuno hingga masa kini yang meliputi pesta olahraga terbesar di jagat ini. Dan di sini-lah, pas di segmen terakhir mereka membahas cerita yang luar biasa dari seorang atlet gymnastic Jepang bernama Shun Fujimoto, n berikut adalah salah satu kutipannya. Enjoy this true uplifting story about courage and determination! :

There were many stories that came out of the 1976 Olympics. The gymnastics events at the 1976 Olympics were dominated by the surpassing grace and precision of Romanian gymnast, Nadia Comaneci, who caused a sensation when, for her performance on the uneven bars, she was awarded the first-ever perfect score of 10.0. She eventually earned seven perfect 10.0s.

Toughness defines athletes, just as skill and talent do. Some, by their deeds and their demeanors, become the toughest of them all. If you don't have mental toughness, you are never going to perform to your full physical potential. From time to time there are athletes who give us a brand new perspective on what that potential might be. Eternal respect is perpetuated for those who compete in the face of overwhelming odds and real pain and danger.

While the media concentrated on Nadia, those in the know around the gymnastics world and especially in Japan will never forget the tremendous courage, dedication and self-discipline shown by male gymnast Shun Fujimoto. The heroic story of male gymnast Shun Fujimoto is incredible in every respect..

The Japanese men’s gymnastics team was in a tremendous battle to upset the long dominant Russian team and win the Olympic team gold medal. Every score and every tenth of a point was critical.

As Japanese gymnast Shun Fujimoto completed his final tumbling run on floor exercises, he experienced an odd and painful sensation in his right knee.

He recalled later that it felt hollow as if there were air in it. In fact, his kneecap, his patella was fractured, an injury that under ordinary circumstances would have immediately ended his participation in the Olympic Games. The patella when broken is a extremely painful debilitating injury which causes impaired function of the entire leg.

Twenty-six year old Shun Fujimoto was no common competitor and not in ordinary circumstances. His team might need every point he might earned to upset the highly favored Soviet team.

Fujimoto knew when he broke his kneecap during his floor routine that without his participation, Japan had no chance for a team gold medal and he therefore told no one of his injury.

With two events to go, Fujimoto decided he would tell no one, not even his coach, Yakuji Hayata, how badly he was hurt for fear he would be scratched form the event. The next event was pommel horse where there would be relatively little stress on the knee during the routine and dismount. He was completely occupied by the thought that he and his team could not afford to make any mistakes. Fujimoto continued on to the pommel horse routine, courageously performed an excellent routine and achieved a score of 9.5 out of a possible 10.0.

By the final ring event, the rings, Fujimoto was pale gray in pallor, covered in a sweat, and obviously in some pain. With an increasingly obvious painful injury, Fujimoto resolutely decided to stay in the competition and with his leg completely braced, he prepared to participate in still rings event. As he said later in the TBS' 100 Years of Olympic video, "There was only one thing to do. I must try to forget the pain."

It was perfectly clear that the gold medal would be decided on the rings apparatus which was Fujimoto’s strongest event. Hobbling to the rings, he was hoisted to grab the rings by his coach. He performed a near-flawless routine hitting e very element and with very few even minor visible errors and deductions.

Then, as if holding their breath, everyone watching the Games waited for the dismount, which he would have to stick perfectly to secure the team gold medal for Japan. The question on everyone’s mind was how could a gymnast with broken kneecap possibly withstand the pain, the strain and the impact of a world class dismount from the eight foot high rings?

When Fujimoto left the rings it seemed as if the entire sequence proceeded in slow motion as indeed it was shown many times later on television. Fujimoto somersaulted through the air and completed his brilliant routine and, to the amazement of everyone, sticking his landing and never moving an inch, in spite of the excruciating pain from the impact, which caused further injury dislocating the broken kneecap and tearing ligaments in his leg. Gritting his teeth and holding his landing position without a waver, Fujimoto willed himself into the traditional stick finish pose. Cheers erupted both for his heroic performance of courage and the Olympic gold medal Fujimoto and his teammates earned.

The judges awarded him a 9.7 - the highest score he had ever recorded on the rings. His score on the rings was not only a personal best but it allowed Japan to edge out Russia in the closest team win in Olympic gymnastic history. Fujimoto’s amazingly flawless dismount earned a gold medal not only for himself on rings but also for the Japanese in the gymnastics team competition.

Japan won the closest gymnastics team competition in Olympic history by a score of 576.85 points to 576.45. Japan won the team gold by just four tenths of a point over the Soviet Union, which would not have happened without Fujimoto’s team score contributions on pommel horse and rings.

Later in another show of courage, refusing help, Fujimoto hobbled unassisted onto the victory stand to receive the team gold medal. When he mounted the podium to receive his gold medal with the rest of his teammates, Fujimoto continued to refuse any assistance.

Regardless of whatever has been said or will be said, the tremendous self-discipline, concentration and courage Fujimoto demonstrated serves as an example to all of the seemingly limitless possibilities of the human body and mind. When asked how he was able to do it, Fujimoto said, "My desire to win was greater than my moment of pain."

This moment in Olympic gymnastics history was a display of extraordinary courage and determination that is seared into the memory of everyone who witnessed it. If ever there was to be a special gold medal presented to an Olympic athlete who displayed extraordinary courage, then one certain recipient would have to be Shun Fujimoto.

Label:

D'oh!


The Springfield Saga



















Sekali lagi para pembajak DVD membuktikan diri mereka sebagai modern day Robin Hood hahahahaha. Kemarin waktu jalan-jalan ke Lippo Karawaci dan hunting DVD, gue nemu DVD The Simpson 1 season yang dikompres ke dalam 1 DVD, HALLELUYA!!! Dan berhubung kualitas gambarnya yang 2 dimensi, saat diputer di TV dengan inchi yang besar-pun tidak begitu berasa penurunan kualitasnya.

The Simpson adalah kartun komedi sitcom populer Amerika kesukaan gue. Walaupun dengan treatment kayak Doraemon yang tokoh-tokohnya stagnan usianya, terbukti The Simpson sukses menghibur para pecintanya di seluruh dunia selama hampir 20 tahun. Kekuatan cerita dan tokoh-tokohnya adalah kunci dari kesuksesannya mempertahankan popularitas ratingnya, bahkan tahun 2007 kemarin muncul Simpson The Movie yang juga meledak di box office di seluruh dunia.

Dan dari seluruh karakter yang ada di sana Homer Simpson is the best ever. Stupid, lazy, overweight, beer and doughnut addict, absolutely obnoxious, but deep down inside he is a sweet, responsible father and husband.

Anyway kemungkinan besar sih elo-elo pasti udah tau lah sama kartun The Simpson ini, but buat yang belom tau coba deh nonton, apalagi bapak-bapak pembajak yang baik hati sudah cape-cape dan dengan penuh resiko melanggar hukum, mengompresnya ke dalam 1 keping DVD seharga 6.000 perak, BRAVO! hehehehe

Label: