Tenario's Gospel

Rabu, 04 Maret 2009

Nyok Nonton Bioskop!!!



















Semalem gue pergi nonton film Marley & Me, tapi kalau elo berpikir dan berharap bahwa tulisan gue kali ini akan ngasih elo referensi tentang film itu, well sebaiknya elo berhenti membaca sekarang.

Walaupun Marley & Me turns out to be a great movie and connect with me at every level, tapi yang pengen gue ceritain sekarang adalah sebuah koneksi yang jauh lebih special daripada itu. It’s about my relationship dengan bioskop…=)

Menurut cerita bokap nyokap gue sih pertama kali gue pergi ke bioskop adalah saat gue berumur 1,5 tahun. Waktu itu gue diajak ke bioskop Candra yang ada di bilangan Glodok Kota dan filmnya waktu itu adalah Muppet. Khawatir kalo gue bakal rewel, alkisah sepanjang film gue dicekokin sama makanan dan minuman sampe akhirnya gue jackpot. Padahal kalo dikenang lagi, kata nyokap sih gue anteng-anteng aja sepanjang film, enggak nangis, enggak minta keluar, enggak jalan-jalan gak karuan di sepanjang tangga, gue tenang dan enjoy as if me and cinema is a match made in heaven.

Since we are set off on the right foot, sejak saat itu me and bioskop become an item. It’s my holy ground, the second home. Sebelum jaringan bioskop 21 yang dibawa oleh PT. Subentra merajai dunia perbioskopan di Indonesia, hari-hari menonton gue dihabiskan di bioskop-bioskop seperti Pluit Plaza, Liberty, dan Angkasa. Karcisnya masih sobekan, n kadang-kadang kalo filmnya super laku, jumlah tiket yang dijual bisa enggak sesuai dengan kuota tempat duduk, walhasil ada yang duduk di tangga yang dipake buat jalan deh. Iklannya waktu itu masih biscuit Roma versi orang sakit dan manjat gunung hahahahaha.

Tempat duduknya pun tidak senyaman sekarang, mulai dari yang tempat duduk agak nyaman sampe yang cuma bangku plastik kayak di terminal bis luar kota sudah pernah gue cobain. Waktu dulu juga belum dikenal yang namanya milih tempat duduk, jadinya ya bisa ditebak, siapa cepat dia dapat. Tapi seramai, sekotor, dan sekatro apapun tempatnya, bioskop-bioskop tersebut tidak pernah membuat gue kehilangan antusiasme. Waktu itu gue gak perduli, semua film gue libas, dari Saur Sepuh, Catatan si Boy, Makelar Kodok, Kanan Kiri OK, Ratapan Anak Tiri, film barat, film mandarin, film India, bring it on.

Terus tahun 90 gue pindah ke Tangerang, karena bokap waktu itu pindah tempat kerjaan. Saat itu di Tangerang cuma ada 4 bioskop yang cukup masyur. 2 namanya Cimone dan Cisadane Theatre, spesialisasinya adalah film Barat, 1 namanya Mega, kalau yang ini khusus film Mandarin sama kadang-kadang laga Indonesia, dan yang 1 lagi namanya Bhumyamca biasa disebut Bumek, filmnya mirip Mega cuma agak ketinggalan buat film mandarinnya tapi hal tersebut diimbangi dengan stok film India-nya yang terup-date selalu hahaha. Waktu itu nonton bioskop adalah agenda wajib paling tidak seminggu sekali antara gue sama bokap, dengan sebelum atau sesudahnya dilengkapi oleh kunjungan ke tukang kwetiau goreng langganan, such a happy time those days.

Kalo gue gak salah inget, jaringan 21 itu masuk Tangerang pertama kali adalah saat gue SMP, Modernland 21 adalah yang pertama kala itu, harga tiketnya 5000 rupiah. Dibandingkan dengan uang jajan yang masih 1500/hari waktu itu, jelas nonton bioskop adalah sebuah kegiatan yang cukup mewah buat gue. Tapi somehow tiap minggu gue bisa nabung dan di hari sabtu sore gue bakal berangkat sendirian naik angkot menuju Modernland 21 buat membarter tabungan gue dengan 90 menit keajaiban yang ditawarkan oleh gulungan pita seluloid tersebut.

Di kala liburan sekolah, kebanyakan waktu gue akan dihabiskan di rumah nenek gue di Tanah Abang 5. Tempat yang strategis, karena hanya dengan berjalan keluar gang dan naik mikrolet M08 jurusan Tanah Abang – Kota, gue bisa menemukan banyak sekali bioskop, ada Gajah Mada 21, Krekot 21, Globe 21, Mandala 21, Jayakarta 21, Glodok Sky 21, dan juga Plaza 21. Sayangnya perlahan seiring berjalannya waktu bioskop-bioskop tersebut berguguran hingga sekarang yang tersisa hanya Gajah Mada 21.

Saat ini puji Tuhan menonton bukanlah sebuah kegiatan mewah buat gue (kecuali nonton di Premiere atau Blitz Velvet Class…=P). Antusiasme gue di saat gue melibas semua jenis film pun masih sama hingga sekarang. Walaupun sekarang bila mampu kita bisa membangun sebuah home theatre yang state of the art di rumah kita, tetap saja hal tersebut tidak akan pernah bisa menggantikan posisi bioskop di hati gue, I love every part of it.

I love checking the movie schedule on newspaper or internet, I love the journey that I have to take to reach the Cineplex, I love the ticket queue, I love the feel of the ticket on my hand, I love the smell of the popcorn, I love the rip off your wallet cafeteria, I love the Kenny G compilation playing over and over again, I love the sound of Maria Oentoe calling all the spectators, I love looking for my seat, I love watching the coming soon movie trailer, I love the THX or Dolby commercial, I love the “Lulus Sensor” sign, I love when the lights slowly but sure turn off, I love the beginning, the middle, and the end of the movie, I love check your belongings before you leaving sign right at the end of the movie, I love walking toward that exit sign, I love walking trough the exit tunnel, and I love doing all that things again and again and again…

Label: