Tenario's Gospel

Selasa, 26 Agustus 2008

Memang Patut Dipandang Sebelah Mata


















Sebuah poster film yang cukup gak biasa mengusik mata gue hari itu. Close up dari wajah petinju yang sedang menerima pukulan keras di wajahnya. Tertulis disana judulnya adalah Sebelah Mata dengan tagline “Keluarga Adalah Segalanya” a film by Rudi Soedjarwo. Jujur aja menurut opini gue sih satu-satunya film Rudi Soedjarwo yang OK itu ya cuma Ada Apa Dengan Cinta? Selebihnya hanya film-film yang sok keluar dari genre populer agar tidak dibilang bodoh karena mengikuti selera pasar Indonesia yang cenderung menuju ke arah yang destruktif bagi perkembangan dunia sinema kita, sukur-sukur kalo bisa booming dan jadi pelopor dari sebuah genre baru.

Mengejar matahari, In the name of love, dan Sembilan naga bukanlah sebuah film yang dikerjakan dengan alur cerita, kecermatan, dan ketelitian sekelas Kala contohnya. Tetapi tetap saja premis film tinju terlalu menarik buat gue untuk dilewatkan, dan juga rasa penasaran gue. Penasaran dalam arti bagaimana ya kira-kira kalau sineas Indonesia men-treatment sebuah film tinju.

Masih segar dalam ingatan sebuah film tinju jaman dulu yang diperankan oleh Willy Dozan berjudul Rio Sang Juara, yang cukup baik menurut saya untuk zamannya atau adegan tinju dalam film Warkop DKI yang mengocok perut, sekarang dengan asumsi pengetahuan para sineas yang lebih luas dan referensi-referensi yang begitu beragam pastinya hasilnya akan lebih wah dong.

Tetapi lagi-lagi pepatah assumption is an evil thing membuktikan kebenarannya lagi. Kejanggalan mulai tercium saat gue melangkah menuju tempat penjualan tiket di Blitz Grand Indonesia, saat itu 10 menit sebelum jam putar dan gue adalah pembeli tiket satu-satunya. Lalu pas akhirnya pintu dibuka dan film mulai dimainkan bener lho cuma gue sendiri yang nonton, sampai di situ sih gue masih mikir yah ruginya mereka lah gak menghargai film indo.

Film dibuka dengan adegan yang memperlihatkan sang jagoan kita Anton yang diperankan oleh Robertino sedang jogging, kemudian tiba-tiba saja out of the blue dia kolaps dan saat terbangun ternyata dia sudah di rumah sakit bersama manager dan pelatihnya yang mengesampingkan pesan dokter untuk membiarkan Anton istirahat dan mengurungkan niatnya untuk bertanding keesokan harinya yang pada akhirnya mereka tolak, KLISE!

Sampai sini juga belum ada masalah berarti buat gue, kalau cerita klise doang mah masih tutup mata lah gue. Kemudian cut lansung ke adegan pertandingan keesokan harinya, oiya patut dicatat dalam film ini status Anton adalah seorang juara. Juaranya tingkat apa gue agak lupa, tetapi kalo gak salah sih dia juara Asia. Yang bikin gue jengkel adalah, kelihatan sekali kurang totalnya persiapan yang dilakukan oleh sang pemeran utama, badannya lempeng aja gitu kaga ada six pack-six packnya, gaya bertinjunya menggelikan kaga ada mirip-miripnya sama yang pro. Lalu dari sisi sinematografi juga caur banget, aduh gue sampe keabisan kata-kata, speechless gue pas nonton, sama sekali gak ada rasa intens saat menonton pertandingan tinjunya, seakan-akan kita lagi duduk di barisan bangku paling belakang sehingga gak bisa merasakan apa yang terjadi di dalam ring.

Selain itu acting dari para masing-masing pemeran di film ini juga gak enak banget, nyakitin mata. Bahkan para aktor dan aktris senior kawakan seperti Rina Hasyim dan Dorman Borisman, kelihatan seperti pemain kacangan di bawah arahan sang sutradara. Dan yang paling menjengkelkan dan so artificial adalah kualitas akting dan dialog sang manager yang diperankan oleh seorang aktris pendatang baru yang gue gak tau dan gak kepengen cari tau juga namanya. Satu-satunya hal positif adalah Didi Riyadi yang terlihat cukup serius dalam mempersiapkan tubuhnya untuk peran sebagai “The Punisher”. Namun sayangnya pas di bagian aksi tinjunya, Didi sama saja dengan Robertino, nol besar.

Pada akhirnya film ini berhasil menjadi milestone baru dalam hidup gue. Gue belum pernah seumur-umur walk out dari sebuah film, sejelek apapun film tersebut biasanya gua akan tetap tinggal sampai the credit rolls. Tetapi dengan film ini gue bener-bener gak tahan, dan di tengah-tengah film gue memutuskan gue gak sanggup lagi melanjutkan menonton film ini dan akhirnya gue keluar dari teater. A very bad movie, -5 stars for this piece of shit.

Label:

0 Komentar:

Posting Komentar

Berlangganan Posting Komentar [Atom]



<< Beranda